Jumat, 13 Februari 2009

Wacana Pengharaman Rokok:
Mendidik Perilaku Perokok, Jangan Menekan Petani
(Majalah Perkebunan edisi Pebruari 2009)


Wacana yang sedang santer soal tembakau sebaiknya lebih mengarah kepada edukasi bagi perilaku perokok daripada menggulirkan kebijakan yang dapat menekan petani dan produksi tembakau.

Demikian salah satu pokok pendapat dari Ketua Badan Pertimbangan Organisasi DPN HKTI, Siswono Yudo Husodo pada diskusi Empat Jam Bersama Pemuda Tani Indonesia dan bertajuk ”Menyikapi Kontroversi Tembakau dan Industri Ikutannya (Rokok) Secara Obyektif ”. Acara tersebut digelar di Jakarta Design Center, Tanggal 20 Januari 2009 diselenggarakan untuk mengurai benang kusut wacana pengharaman rokok oleh Majelis Ulama Indonesia belakangan ini.
Seperti halnya tembakau yang memiliki stake holder yang luas diskusi ini juga dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta dari berbagai kalangan, yaitu petani, pelaku usaha, pejabat pemerintah terkait, akademis, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh agama, mahasiswa dan pers. Bersama Siswono Yudo Husodo, pemateri lainnya adalah Sunaryo, Seksi Cukai Tembakau 2 Direktorat Cukai, Ditjen. Bea dan Cukai, Departemen Keuangan RI, Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan K. H. Maksum, Pengasuh Ponpes Ciwaringin, Cirebon.
Paparan tentang kontribusi dan posisi strategisnya tembakau bagi petani dan pendapatan bagi negara di jabarkan oleh Siswono Yudo Husodo yang tampil sebagai pembicara pertama. Tembakau dan industri hasil ikutannya (rokok) selama ini telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap ekonomi nasional. ”Dari sisi hulu sampai hilirnya, industri tembakau atau rokok menyerap Tenaga Terlibat Langsung (TTL) sebesar 6,1 juta. Jika tiap TTL diasumsikan menghidupi 4 orang, berarti terdapat sekitar 24,4 juta jiwa yang dihidupi”, terang Siswono Yudo Husodo.


Kontribusi GDP
Angka Tersebut makin membengkak jika dijumlahkan dengan penyerapan Tenaga Tidak Terlibat Langsung (TTTL) terdapat sekitar 30,5 juta orang yang hidup dan bergantung pada industri tembakau. Rangkaian penghidupan yang bersumber dan bersentuhan dengan tembakau antara lain pertanaman tembakau dan pemeliharaannya, cengkeh, IHT, Industri terkait lainnya sampai distribusi dan retail. Kontribusi bagi pendapatan nasional juga menyentuh kisaran angka fantastis. Tengok saja kontribusi bagi nilai ekonomi akhir (Ultimatre Economi Value) dan Gross Domestic Product (GDP) dari Industri Hasil Tembakau (IHT) tahun 2008. GDP IHT adalah sebesar Rp 5.000 triliyun atau sekitar 2,4 % dari GDP Nasional. Sedangkan cukai dan pajak lainnya adalah sebesar Rp 57 ttiliyun dan trendnya pun bakal terus menanjak.
Selama ini industri rokok Tanah Air juga menghidupi kalangan petani pekebun tembakau dan cengkeh karena sekitar 90% industri rokok menggunakan bahan baku tembakau dan cengkeh lokal yang sebagian besar dari perkebunan rakyat. Hal ini disampaikan oleh Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Ismanu Soemiran yang juga menunjuk bahwa lapangan kerja industri ini begitu fleksibel dan luas. ”Pekerja yang terserap industri ini berlatar balakang pendidikan minim bahkan dari yang tidak punya ijazah sama sekali hingga pendididkan doktor!” tegas Ismanu. Dari sisi keyakinan agama pun, tambahnya, 95 % adalah muslim.

Tidak ditemukan dalil haram
Wacana pengharaman rokok merupakan isu sensitif karena menyentuh hukum agama dan bersinggungan langsung dengan umat Muslim di Indonesia. Menurut KH Maksum, pengasuh Ponpes Ciwaringin, Cirebon, dalam Alquran sendiri juga tidak ditemukan dalil haram untuk rokok. Ia juga memprediksi bahwa MUI tidak akan gegabah mengeluarkan fatwa haram melihat industri rokok dan tembakau khususnya, selain soal dalil agama juga karena tembakau menjadi gantungan hidup rakyat banyak.
Ia juga mengingatkan agar banyak kalangan hati-hati menggulirkan wacana ini terutama karena sudah masuk konteks agama. ”Fatwa MUI sebenarrnya bagus supaya pengusaha tidak terlelap tidur bahwa ada persoalan sosial yang penting,” ujar KH Maksum mengingatkan kalangan pebisnis agar meningkatkan kontribusinya bagi kesejahteraan petani.
Seperti Siswono, KH Maksum juga lebih sepakat jika perilaku perokok yang lebih diperhatikan. Misalnya sosialisasi mengkonsumsi rokok sebaiknya tidak di tempat umum atau dilakukan di tempat khusus. Ulama humoris ini juga yakin bahwa umat juga bisa menerima anjuran tidak merokok jika dilakukan dengan pendekatan yang halus misalnya pendekatan etika pergaulan dan sopan santun.

Adil
Diskusi yang dimulai dari pagi bergulir menghangat ketika masuk sesi tanya jawab. Petani sebagai salah satu stake holder atau pemangku kepentingan juga hadir dan meramaikan diskusi dengan memaparkan konsekuensi dan kritisi terhadap wacana rokok haram dan kebijakan industri rokok selama ini. ”Sebagai salah satu daerah utama penghasil tembakau, kami menolak pengharaman rokok. Kontribusi kami sebagai petani bagi pendapatan nasional sangat besar tapi jika diharamkan kami juga tidak bisa serta merta berganti komoditas!” tegas Wisnubrata, Kepala Desa Campur Sari, Bulu Temanggung. Pak Lurah yang juga dipercaya sebagai Asosiasi Petani Tembakau Jawa Tengah ini juga menggarisbawahi pernyataan Siswono sebelumnya bahwa tembakau merupakan tanaman lokalize dan spesifik.
Ia juga mengkritisi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau yang memberikan dana lebih besar bagi daerah yang bukan sentra tembakau dan rokok. ”Ini tidak pas dan tidak adil karena petani juga butuh pengembangan usaha dan budidaya tembakau yang berkualitas,” kata Wisnubrata yang diamini oleh para petani yang hadir dan berasal dari berbagai daerah selain Temanggung misalnya dari Jember dan Bondowoso, Jawa Timur.

Rumusan Diskusi
Diskusi siang itu melahirkan pula rumusan penting bagi wacana industri rokok dan tembakau. Antara lain tembakau merupakan tanaman industri yang dipilih oleh petani dalam berusaha tani dan berdasarkan pemikiran dan kondisi yang sangat rasional dan menguntungkan. Hak memilih komoditas pertanian tersebut mendapat perlindungan dari UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Dalam UU tersebut di pasal 6 ayat 1 yang berbunyi ” Petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya.
Sifat lokalize dan spesifik yang melekat pada tembakau sangat sesuai dengan pola tanam yang telah dilaksanakan oleh para petani di masing-masing lokasi penanaman tembakau seperti Temanggung, Wonosobo, Sleman, Madura, Bojonegoro, Besuki, Deli, Lombok dan lain-lain. Maka, jika petani diminta untuk megurangi atau mengendalikan tanaman tembakau merupakn kebijakan yang naif. Perusahaan rokok juga akan mengalami kesulitan bahan baku untuk membuat rokok. Kesulitan bahan baku tersebut akan dipenuhi dengan melakukan impor daun tembakau, yang pada akhirnya dapat mengurangi devisa negara.
Melihat begitu strategisnya peran tembakau dan IHT dalam menopang perekonomian negara disampaikan pula himbauan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar dapat mempertimbangkan secara arif dan bijaksanan untuk tidak gegabah mengeluarkan fatwa haram tentang rokok. Sebab, jika sudah difatwakan, konsekwensi hukum adalah berat yaitu berdosa jika digunakan atau bersentuhan. Padahal masalah rokok dan tembakau dari aspek agama Islam tidak ada dalil yang shorih (tegas dan jelas) baik dalam AL-Qur’an maupun dalam Hadis. Ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan haram (pendapat yang dloif/lemah), mubah juga dloif dan makruh (pendapat yang mu’tamadun (pendapat yang kuat).
Dana yang diperoleh pemda provinsi dan kabupaten yang mendapat Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau sebagimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.07/2008 juga dihimbau agar dialokasikan oleh gubernur dan bupati untuk peningkatan mutu bahan baku. Upaya lainnya yaitu melakukan pilot-pilot project yang dapat menghasilkan verietas tembakau dengan kandungan nikotin dan tar rendah dengan memanfaatkan lembaga-lembaga litbang, melakukan penanganan panen dan pasca panen bahan baku serta penguatan kelembagaan kelompok tani tembakau.
Terakhir, pemerintah terus memberikan perlindungan bagi petani tembakau dan mengedukasi atau mendidik masyarakat umum tentang bahaya rokok serta menghimbau kepada pemerintah dan/atau DPR-RI perlu mempersiapkan RUU Dampak Tembakau Terhadap Kesehatan secara komprehensip dan berimbang. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan dengan berbagai penyesuaian dapat ditingkatkan menjadi konsep RUU.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar